BAJU BARU LEBARANKU


Sebentar lagi kita pergi, sementara Ramadhan tetap disini. Kita akan terus mengembara menunggangi waktu, sementara di Ramadhan yang belum genap 30 hari ini kita masih tertatih-tatih membasuh diri, belum layak berharap menjadi suci.

Tarawih kita bolong-bolong, shalat fardhu berjamaah kadang ketinggalan. Lisan kita belum rapat terkunci, kerapkali muncul gunjingan dan kesia-siaan. Mata kita kadang liar memandang yang haram.


Tilawah kita kedodoran, siangnya tertimpa kesibukan pekerjaan, malamnya kita lelah dan kecapaian. Ketika berjanji dengan klien kita sesekali tidak menepati, bahkan kadang berbohong.

Kita tidur di mushalla lama sekali usai menunaikan shalat dhuha atau dzuhur, mengkorupsi waktu yang diamanahkan kepada kita. I’tikaf terlewatkan begitu saja, padahal Rasulullah tak pernah sekalipun meninggalkannya.

Di rumah kita memarahi anak karena terlambat pulang sekolah. Di rumah kita bentak pembantu karena teh untuk berbuka kurang manis sesuai selera.

Baju baru apa yang kita harapkan saat lebaran nanti ?

Baju terbaik bernama takwa kah ? Baju yang didapat karena pengorbanan menahan diri sebulan penuh ?

Atau kita sibuk memperbarui penampilan dengan koleksi gaun, kemeja dan sepatu baru ?

Kita seringkali terlalu kreatif untuk menentukan bentuk perayaan-perayaan kita sendiri.

Tidak ada kisah Rasulullah SAW mengenakan baju baru saat hari Fitri tiba. Betul beliau bergembira, untuk itu beliau hanya mengenakan baju paling bagus dan istimewa yang beliau miliki dan menganjurkan semua orang keluar dari rumahnya.

Apa sesungguhnya definisi bahagia itu?

Reaksi langsung dalam keadaan dada kita penuh bersuka ria saat kita mengumpul2kan, menumpuk2, merengkuh sesuatu?

Ataukah perasaan lepas dan kosong saat kita membiarkan kewajiban dan tugas tertunaikan, yang hak dan sunnah terlaksana?

Lalu, kebahagiaan seperti apa yang ingin kita raih 6 hari lagi ?

Mengambil dari atau memberi kepada?
Menuntut atau mengorbankan?

Ramadhan belum berganti syawwal, tapi hati kita sudah rindu.
Takbir pun belum berkumandang, tapi kalbu kita telah syahdu.

6 hari tersisa, semoga Allah berikan kesempatan untuk terus merenung dan memperbaiki kualitas ibadah kita.


Comments

Popular posts from this blog

Kader PKS DPRa Mampang, Ngubek Empang

Ust. Anis Matta bicara Uang

Halaqoh: Sebuah Simbiosis Mutualisme