Mengendarai Demokrasi = Menggunakan HP

Ikwah sekalian, berikut ini petikan tulisan dari saudara kita, yang mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita semua!!

Dunia seolah telah bersuara satu untuk demokrasi
Dan hari ini rakyat Palestina pun senada
Jika mereka harus dihukum karena memilih Hamas

Maka demikian pula rakyat Amerika.
Mereka juga harus dihukum karena memilih Bush !

(Khalid Misya’al – Ketua Biro Politik Hamas)
Ada dua kutub imajiner mengenai cara pandang umat Islam terhadap keterlibatan dakwah dalam sistem demokrasi dan praktik politik di dalam negara.

  1. Menjauhi. Demokrasi dianggap haram, tidak dibicarakan, dibahas, apalagi disentuh dan diterjuni. Demokrasi seharusnya tidak ada, ia makhluk jejadian yang menjelma tidak diharapkan, ia harus dijauhi, titik. (Sebagaimana sikap teman-teman di jamaah tertentu yang pemikirannya lebih banyak dipengaruhi oleh sistem yang berjalan di Saudi).
  2. Meloncati. Demokrasi dianggap bukan solusi, tersedia jalan atau sistem lain yang dianggap lebih menyeluruh, meski tidak dijelaskan bagaimana membangun jembatan antara keduanya. Ibarat membangun mesjid, tanpa perlu membahas bagaimana membangun tiang-tiangnya. Yang penting masjid jadi dan siap digunakan. Khilafah namanya. Wacana jalan sosialisasinya. (Agak heran juga bagaimana bisa kita membangun sebuh mesjid tanpa tiang dan pondasi yang menahan tegaknya bangunan yang dinamakan mesjid?)

Padahal banyak yang harus kita lakukan dan lakoni, banyak yang harus kita perjuangkan. Demokrasi dan politik salah satu jalannya.

Sebagaimana ungkapan Khalid Misy’al di atas (diungkapkan setelah kemenangan Hamas pada 2007 lalu). Kalau Amerika menggunakan demokrasi, maka Palestina menggunakan cara yang sama. Jika kemudian Hamas yang bisa merebut hati rakyat dengan pendekatan-pendekatan yang menyejahterakan kemudian terpilih, apa masalahnya? Standar ganda ini yang kemudian politikus sering sebut sebagai PARADOKS DEMOKRASI.

Apa yang salah dengan Demokrasi? Jelas dia produk manusia. Yang pasti jauh dari sempurna tidak bisa disamakan dengan ciptaan Alloh SWT. Demokrasi telah lahir dari Barat, dan barat pun menyadari, demokrasi tidak dapat diterapkan pada semua aspek kehidupan manusia. Artinya mereka sadar bahwa demokrasi lahir dari sebuah kejahilan (kebodohan) dan ketidaktahuan. Bahkan Plato pun (429 – 397 SM) telah mengingatkan kelemahan demokrasi, diantaranya adalah : pemimpin biasanya dipilih dan diikuti karena faktor-faktor non-esensial, seperti popularitasnya dan pemikirannya yang revolusioner (menurut pemikiran dan kehendak mereka).

Dan ini kembali menegaskan sebuah konsepsi demokrasi yang sungguh dhaif dan tidak bisa diterima akal sehat, bagaimana mungkin : SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN?

Apakah karena alasan di atas yang seakan syar'i dan logis, kemudian kita berdiam diri. Kembali menyepi ke surau-surau dan membiarkan apa yang kita makan, yang kita tonton, yang masuk ke pikiran kita dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan yang anti Islam, sambil kita berdoa 'Ya Tuhan tegakkan syariat agamamu ini di bumi ini!' tanpa disertai usaha untuk memudahkannya dan terkesan mempersulit. Dengan disertai beberapa justifikasi, kita telah berusaha dan berdoa secara maksimal tetapi tujuan belum tercapai. Mungkin tidak berhasil saat ini, mungkin 15 tahun lagi, mungkin 100 tahun lagi dan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang tidak bisa kita capai dalam waktu dekat.

Ikhwah sekalian, mereka menggunakan demokrasi (telah diterima negara ini secara umum) untuk menghancurkan umat Islam secara sistematis dan terlegalisasi, perlahan, dalam berbagai segi kehidupan kita. Melalu lobi-lobi mereka di parlemen dan pemenangan ‘suara rakyat’ melalui pemilu, dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat – yang mayoritas muslim dan menjauhkan masyarakat dari nilai islam yang dianutnya. Pada gilirannya alih-alih dapat menegakkan khilafah islam yang melindungi semua kepentingan umat islam, bisa jadi untuk pergi sholat 5 waktu berjamaahpun dibatasi, pembinaan dan pendidikan agama islampun bisa jadi dianak-tirikan.

Mari kita berkaca pada saudara-saudara kita yang minoritas di belahan bumi yang lain. Mereka dengan segala daya upaya berusaha agar kepentingan mereka bisa diakomodasi, tidak dihalangi, dan mendapat jaminan legal dari pemerintahnya yang mayoritas non-muslim. Sementara kita di sini mayoritas muslim, sudah tentu perwakilan kita di parlemen haruslah berpihak pada umat yang mayoritas.

Kita tidak bisa pergi dari medan pertempuran, bahkan dari medan pertempuran yang sengaja mereka ciptakan sendiri. Kita tidak bisa lari dari demokrasi yang barat ciptakan. Sebagaimana kita tidak bisa lepas dari produk-produk barat yang sering kita pakai seperti HP, komputer, kendaraan, sampai pakaian sekalipun. Termasuk mereka yang menyerukan gerakan kembali ke surau dan mereka yang menafikkan fungsinya, tidak terlepas dari persentuhan dengan produk-produk dari barat.

Kita tidak bisa lari dari perang teknologi di dunia IT dan telekomunikasi, dunia kedokteran yang didalamnya ada teknologi medis dan farmasi, termasuk dunia pendidikan dan politik. Sebagai contoh: perkembangan produk HP antar vendor sedemikian gencarnya, baik dari segi disain, teknologi dan fiturnya. Adakah vendor-vendor tersebut merupakan perusahaan kita sendiri (umat islam) ? Kebanyakan malah banyak karyawan muslim yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Akankah kita menyalahkan mereka? Akankah kita menyeru pada mereka supaya keluar dari perusahaan tersebut? Kalau anda menyediakan solusi berupa penampungan tenaga kerja yang ada, silahkan anda menyerunya! Tapi kalau tidak... silahkan anda nilai sendiri kulitas diri anda!!

Kita akan masuk ke segala medan pertempuran dengan senjata yang sama, bahkan jika perlu menunggangi kendaraan-kendaraan yang sengaja barat ciptakan, untuk kita gunakan melawan balik mereka.

Jika demokrasi di Turki bisa menghasilkan aturan negara dimana pelaku zina dapat dihukum sebagai pelaku kriminal pada tahun 2004, apa yang salah dengan demokrasi?

Jika demokrasi di Turki bisa mendorong larangan berjilbab yang mendzalimi muslimah disana, yang seabad telah diterapkan untuk dicabut pada awal 2008 lalu, apa yang salah dengan demokrasi?

Jika demokrasi di Inggris bisa mendorong jaminan hak individu warganya termasuk haknya memilih islam sebagai jalan hidupnya, akankah kita nafikkan demokrasi tersebut?

Kita akan mengendarai demokrasi dan memenanginya, sama dengan ketika Hamas memenangi Pemilu, melalui kendaraan yang telah barat ciptakan yaitu Pemilu dan Demokrasi . Insya Allah.

Jika kita bisa memenanginya, apa yang salah?

Comments

Popular posts from this blog

Kader PKS DPRa Mampang, Ngubek Empang

Ust. Anis Matta bicara Uang

Halaqoh: Sebuah Simbiosis Mutualisme