Profesional?

”Lakukan segala apa yang mampu kamu amalkan. Sesungguhnya Allah tidak jemu sampai kalian sendiri merasa jemu.” (HR Al Bukhari).


Apa sebenarnya profesional itu ? Dalam khasanah Islam, profesional bermakna sangat luas dan agung : padanannya adalah kata IHSAN. Dalam kacamata praktek bisnis sekuler, profesional bermakna macam-macam dan dapat diinterpretasikan sesuka hati, sehingga seringkali dalam sebuah deal bisnis, profesionalisme pihak yang berinteraksi bertabrakan. Itulah kelemahan tata nilai yang diciptakan manusia sendiri, selalu ada muatan kepentingan. Beda dengan yang Allah tetapkan dalam syariat-Nya yang adil dan murni.

Setelah pernah kita bahas tentang VISION, kita beralih ke ACTION. Jika visi adalah cita-cita tertinggi yang akan menjadi cahaya harapan yang terus mengilhami, maka kali ini mari kita bicara anak tangga menujunya.

Setiap manusia diperintahkan untuk berbuat ihsan agar dicintai Allah. Kata Ihsan sendiri merupakan salah satu pilar disamping kata Iman dan Islam. Dalam pengertian yang sederhana, ihsan berarti kita beribadah kepada Allah seolah-olah Ia melihat kita. Jikalau kita memang tidak bisa melihat-Nya, tetapi pada kenyataannya Allah menyaksikan setiap perbuatan dan desir kalbu kita. Ihsan adalah perbuatan baik dalam pengertian sebaik mungkin atau secara optimal.

Hal itu tercermin dalam Hadis Riwayat Muslim yang menuturkan sabda Rasulullah SAW :

”Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu. Karena itu jika kamu membunuh, maka berihsanlah dalam membunuh itu dan jika kamu menyembelih, maka berihsanlan dalam menyembelih itu dan hendaknya seseorang menajamkan pisaunya dan menenangkan binatang sembelihannya itu”

Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya serta orientasinya terhadap kualitas adalah berbanding lurus. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi.

Umat Islam sungguh beruntung karena semua pedoman dan panduan sudah terkodifikasi. Kini tinggal bagaimana menterjemahkan dan mengaktualisasikannya dalam kegiatan harian, mingguan dan bulanan. Jika kita pandang dari sudut bahwa tujuan hidup itu mencari Ridha Allah SWT maka apapun yang dikerjakannya, apakah di rumah, di kantor, di ruang kelas, di perpustakaan, di ruang penelitian ataupun dalam kegiatan kemasyarakatan, takkan lepas dari kerangka tersebut.

Setiap pekerjaan yang kita lakukan, dilaksanakan dengan sadar dalam kerangka pencapaian Ridha Allah. Cara melihat seperti ini akan memberi dampak, misalnya, dalam kesungguhan menghadapi pekerjaan. Jika seseorang sudah meyakini bahwa Allah SWT sebagai tujuan akhir hidupnya maka apa yang dilakukannya di dunia tak dijalankan dengan sembarangan.

Ia tidak setengah-setengah, ia total, tidaklah memadai pencapaian ”secukupnya” bagi dirinya, ia ingin meraih nilai performansi ISTIMEWA, karena Baik Sekali tidak lagi cukup.

Ia mencari waktu terbaik dalam beramal, dan memberikan yang terbaik ketika beraksi. Ia datang paling awal ketika shalat berjamaah dan duduk segera di shaf paling depan, bukan di shaf-shaf pojokan masjid untuk sekedar mencari sandaran. Ia datang awal ketika rapat dan menempati tempat duduk paling depan, bukan di tempat duduk lapis kedua seolah menegaskan bahwa dirinya karyawan yang layak dipinggirkan.

Ia tahu sepenuhnya, bahwa shaf dan tempat duduk meeting paling depan adalah yang terbaik, keduanya adalah refleksi IHSAN itu sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Kader PKS DPRa Mampang, Ngubek Empang

Ust. Anis Matta bicara Uang

Halaqoh: Sebuah Simbiosis Mutualisme